Menjadi Guru Itu Luar Biasa


Hari masih pagi. Matahari belum tinggi. Bergegas saya mengendarai sepeda motor butut untuk segera sampai di sekolah. Ada dua kelas yang harus saya hadiri. Jam pertama dan jam kedua. Saya memang mejaga untuk berdisiplin waktu ketika mengajar.

Berusaha tak datang terlambat. Walau saya harus sedikit memaksa laju sepeda motor yang kadang “batuk batuk” akibat sudah termakan usia. Apalagi sekolah tempat mengajar saya berada di wilayah rawan macet. Walau ditempat terpencil, kemacetan tak kenal tempat. Sumbernya sebuah perpotongan jalan di empat jalur (biasa disebut “prancis” alias prapatan cisoka).

Untungnya pagi ini suasana lancar. Langit mendung sehingga menahan sebagian orang untuk keluar rumah. Cuaca ekstrem disisi lain memang punya keuntungan. Ya, seperti membuat jalanan jadi sedikit lancar. Apalagi kalau sudah jadi hujan lebat suasana jauh lebih lancar karena sepeda motor yang biasanya jadi “raja jalanan” langsung mlipir. Syaratnya jangan sampai jalanan berubah jadi sungai. Kalau jadi sungai alias banjir podo wae. Bukan sekedar macet tapi menghambat perjalanan.

Sesampai disekolah, suasana nampak tenang. Pelajaran sudah dimulai. Jam pelajaran saya nampaknya belum tersedia. Saya langsung menuju ruang guru untuk menyimpan tas dan “setor muka” ke kepala sekolah. Berbasa basi sejenak menanyakan kabar dan membicarakan masalah sekolah yang perlu saya bicarakan.

Walau disebut ruang guru, tak ada guru yang duduk didalam ruang tersebut. Karena sekolah saya ini hanya memiiliki guru “terbang” alias guru tak tetap yang mengajar pada jamnya saja. Selebihnya guru guru tersebut akan pergi setelah menunaikan tugas mengajar.

Tak ada guru stand by. Jadi kalau guru bidang studinya berhalangan, ya kelas kosong tanpa pelajaran. Anak anak biasanya mengisi dengan mengunjungi perpustakaan, atau menyiapkan pelajaran selanjutnya. Sekolah bagi murid murid saya layaknya rumah sendiri. Mereka memang bersekolah asrama (boarding school ) dimana mereka tidur dan bersekolah ditempat yang sama.Disekolah juga terdapat ruang ketrampilan menjahit . Ada perlengkapan jahit yang cukup lengkap. Bahkan ada beberapa murid yang sudah mampu menjahit pakaian. Jangan heran bila ada murid yang sibuk menjahit pakaian seragam pramuka.

Guru Itu digugu

Saya mengajar bidang study bahasa Indonesia. Walau aslinya pendidikan saya akuntansi dan 18 tahun bekerja di divisi finance di sebuah perusahaan multinasional yang sudah kesohor. Saya terbiasa dengan angka, membuat laporan keuangan , menganalisa laporan keuangan. Pokoknya masalah uang, angka, persentase, hingga nilai rupiah.

Jadi memang melawan arus. Orang akuntansi, orang finance tapi mengajar masalah bahasa dan kesastraan. Nampak janggal dan tak nyambung. Lalu dari mana saya bisa mengajar bahasa Indonesia? Jangan jangan saya melakukan malpraktek ?

Mungkin juga sih saya melakukan malpraktek. Lha tidak punya basis pendidikan ke-bahasaan tapi mengajari murid tentang bahasa dan sastra. Tapi sabar dulu, jangan langsung meng-judge. Saya punya hobi menulis. Materi bahasa Indonesia sedikit banyak saya pelajari dan saya kuasai. Termasuk masalah sastra seperti puisi, cerpen, novel dan drama saya sedikit banyak cukup piawai.

Permaianan kata, penggunaan kalimat hingga mengotak atik bahasa menjadi “mainan” para penulis. Secara tak sadar saya malah lebih bisa menyerap penggunaan bahasa ketimbang guru bahasa Indonesia yang notabene berpendidikan bahasa Indonesia (mohon maaf nih pak guru bahasa Indonesia ) .

Karena saya sesungguhnya langsung mempraktekkan bagaimana menggunakan bahasa. Baik sebagai bahasa tulisan dan bahasa pengucapan. Untuk sastra, saya menulis beberapa cerpen ,novel dan juga puisi. Saya cukup mengenal bagaimana menulis reportase, review dan beberapa jenis penulisan berita.

Walau sebagian belajar otodidak, sebagian lagi saya dapatkan dari beberapa pelatihan menulis. Ada yang gratisan dan ada yang berbayar. Saya termasuk orang yang gemar belajar hal hal baru. Belajar tentang ketrampilan memainkan kata merupakan keasyikan tersendiri. Saya juga belajar dari buku tentang diksi, tata bahasa yang ditulis Goris keraf . Walau saya merasa saya masih jauh dari sempurna. Semakin banyak belajar akan semakin nampak pula kebodohan saya.

Rupanya dengan belajar kita menjadi tahu apa kelemahan dan kekurangan kita. Seperti itu yang saya dapatkan selama saya belajar. Seperti pengalaman saya belajar tentang fotografi seminggu yang lalu. Ternyata, saya banyak melakukan kesalahan dan tak tahu teknik mengambil gambar yang benar. Nah, itulah gunanya belajar.

Guru harus belajar itu wajib. Guru itu harus terus menambah wawasan, ketrampilan dan sense mengajarnya. Ilmu itu berubah mengikuti zaman. Bahasa Indonesia juga mengalami perubahan, pergeseran hingga perubahan gaya bahasa. Sebagai guru bahasa saya merasa perlu untuk terus belajar.Terus menyerap ilmu yang tak ada habisnya.

Karena guru digugu. Guru itu role model bagi siswa siswanya. Bayangkan bila sebagai guru bahasa Indonesia saya tak memberikan contoh berbahasa yang baik atau tak mempunyai karya tulisan yang baik. Sebagai guru bahasa , saya punya impian untuk menjadikan siswa siswa saya menjadi penulis dan pembaca yang baik. Bisa memproduksi tulisan sastra. Bisa memainkan drama sederhana.

Sekarang saya harus masuk kelas. Menularkan virus kebaikan tentang berbahasa Indonesia. Karena saya menikmati menjadi guru.Menjadi guru itu hebat, tak percaya ? cobalah menjadi guru bagi sekeliling anda. Ya, minimal menjadi guru buat anak anak anda. Rasakan niikmatnya jadi guru.

Berbagi ilmu , menularkan hal hal baik yang akan menjadi viral bagi orang lain.
Menjadi Guru Itu Luar Biasa Menjadi Guru Itu Luar Biasa Reviewed by Unknown on 06.58 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.