Setelah mendaftar di KPU DKI Jakarta pada Jum’at (23/9)
Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni resmi menjadi pasangan yang akan melaju pada
pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017. Publik tentu kaget atas keputusan koalisi
cikeas yang mengusung pasangan yang jauh dari perkiraan sebelumnya.
Banyak yang kontra dan memandang sinis pasangan Agus –Sylvi
ini. Tentu, sah sah saja publik melihat hal yang ‘aneh’ atas putusan empat parpol ini. Empat
parpol ini memang marathon mengadakan rapat menentukan pasangan calon. Dikutak
katik, dikocok kocok , hingga sulit sekali menentukan pasangan yang kiranya
mampu menghadang laju petahana yang
kembali bersatu.
Namun, setelah bolak balik tanpa menemukan kata sepakat, Pak
SBY dengan kearifan dan pengalaman politiknya berhasil memandu orkestra
yang tak padu padu. Partai Demokrat yang
punya 10 kursi rupanya punya jurus simpanan yang keluar diakhir perundingan
para pimpinan 4 parpol.
Sang putra yang sedang menjalani karir militer diminta turun ke gelanggang politik .
Melepas pangkat Mayor. Melepas jabatan komandan batalyon dan keluar dari
gelanggang militer. Agus Harimurti menuruti perintah sang Ayahanda. Karir
militer yang cemerlang ditinggalkan.
Kini Agus bukan saja melepas karir militer tapi sudah
diterjunkan dimedan politik. Dan tak tanggug tanggung medan pertempurannya
melawan Ahok-Djarot dan Anis-Sandi. Wow, medan pertempuran yang jauh berbeda
dari pertempuran militer yang biasa Agus jalani selama ini. Peraih pedang Adi
Makayasa ini langsung berada di epicentrum kegaduhan nasional. Di pertarungan
politik kelas wahid.
Banyak yang sangsi ? Tentu saja. Agus Harimurti tergolong
anak muda yang (mungkin)tidak terbiasa dengan hiruk pikuk dunia politik. Dunia
Agus di militer yang serba teratur, mengenal hirarki komando. Hitam ya hitam ,
putih ya putih.
Apakah Agus dikorbankan ? Ada yang berpikir seperti itu.
Karir militer Agus terbilang masih hijau. Masih berpangkat perwira menengah,
baru menjabat komandan batalyon yang kira kira anggotanya 600 kombatan. Agus
belum merasakan menjadi komandan
teritorial seperti Korem apalagi Kodam. Padahal didalam militer, kecapakan
komando, staf dan teritorial mutlak diperlukan sebagai pematangan karir
militer. Pertanyaannya apakah Agus mampu
menangani permasalahan Jakarta yang seabreg abreg ? Dengan penduduk lebih dari
10 juta jiwa. Luasan teritorial Jakarta saja diback-up satu Kodam dan satu
Polda. Jangan tanya berapa anggota kombatan yang bertugas, atau berapa anggota
polri yang menjaga Jakarta. Ada puluhan ribu.
Sebagai penantang petahana yang terbilang kuat apalagi
dijagokan dengan rating survei yang mengkilap. Pasangan petahana, didukung
partai besar yang saat ini memegang kekuasaan, didukung teman yang dulu berhasil
mengumpulkan satu juta fotocopy KTP warga DKI Jakarta. Pasangan Agus-Silvi
harus ekstra kerja keras.
Warga Jakarta itu unik, tak mudah diprovokasi isi SARA, tak
mudah di kibuli dengan uang serangan fajar. Terdiri dari kelas menengah yang
terdidik . Kelas bawahnya juga rindu kesejahteraan yang berhasil diguyur oleh
kebijakan petahana. Lalu apa senjata Agus untuk melawan petahana ?
Berharap Dari Pemilih Irrasional
Ada dugaan , Agus Harimurti akan mengulangi apa yang
dilakukan sang Ayahanda ketika bertarung di pemilu presiden. Saya masih ingat
bagaimana SBY banyak didukung para wanita dan ibu ibu. “Kapan lagi punya
presiden ganteng “ . Saat itu SBY mendulang simpati dari pemilih yang tak
terpetakan para peneliti survei pemilu.
Mungkin ada yang tak percaya . SBY adalah satu satunya calon
yang menjadi presentasi pemilih irrasional . Berapa persen pengaruh pemilih
irrasional ini memang sulit diprediksi. Tapi nyatanya, pemilih macam ini memang
ada. Dan bergentayangan di setiap pemilu.
Nah, Agus Harimurti punya kans ini. Dengan tampilan
gagah dengan wajah lumayan ganteng , Agus
diharapkan mendulang pemilih irrasional ini. Ingat, Jakarta memiliki pemilih
irrasional yang lumanyan besar. apakah pemilih irrasional Jakarta akan
terpengaruh dengan tampang Agus ? Nampaknya
SBY berharap apa yang terjadi pada tahun 2004 akan terulang pada 2017 ini.
Pasangan Bang Agus dan Mpok Silvi memang terkesan dadakan,
muncul tiba tiba. Ibarat pertempuran , Agus seperti senjata rahasia yang
dikeluarkan ketika keadaan terdesak. Namun, bila melihat rekam jejak dan
pengalaman Agus Harimurti bukanlah seorang politikus yang punya visi merebut
kekuasaan. Walaupun secara pendidikan, Agus pernah mengenyam pendidikan di
Harvard University , Nanyang University Singapura dan Webster University . Namun rasanya itu tak
cukup untuk memimpin sebuah kota megapolitan sebesar Jakarta.
Jakarta membutuhkan orang yang berpengalaman, orang yang pernah menjadi pejabat publik ,memiliki
ketrampilan memimpin bawahan dan mengkoordinasikan kerja yang kompleks lintas
sektor dan lintas wilayah. Mungkin
itulah alasan kenapa Sylviana Murni dipasangkan karena punya pengalaman teknis
sebagai PNS yang pernah memimpin sebagai walikota Jakarta Pusat. Namun Silviana sebagai
calon wagub dibutuhkan juga sebagai pendulang
suara . Lalu darimana Mpok Sylvi mempengaruhi suara pemilih Jakarta ? wanita
yang selama ini berkutat dengan urusan kedinasan di lingkup Pemda DKI Jakarta agak
diragukan punya kantong pemilih potensial.
Bang Agus, anak muda yang berasal dari militer , energik
dengan tampang gagah dan ganteng . Lalu ada Mpok Sylvi yang punya segudang
pengalaman teknik di DKI Jakarta. Apakah dua kekuatan ini bisa saling
melengkapi , perlu dibuktikan.
Sejarah Militer Memimpin Jakarta
Jakarta sebagai ibu kota negara punya peran sangat
strategis. Kegaduhan yang terjadi di Jakarta akan mempengaruhi stabilitas
nasional. Maka memilih gubernur dari kalangan militer menjadi kebiasaan yang
diambil pada saat orde baru. Rezim yang
sangat memuja stabilitas keamanan
Gubernur Sutiyoso nampaknya orang militer terakhir yang
memimpin Jakarta. Setelah periode Sutiyoso yang muncul memang selalu sipil.
Dimulai sejak era Fauzi Bowo hingga Ahok. Bisa dimengerti latar belakang
militer saat itu dipilih sebagai penjaga stabilitas ibukota.
Era reformasi telah mengubah paradigma gubernur DKI Jakarta
dari kalangan militer. Rasanya , pak SBY
lupa , rata rata gubernur DKI Jakarta dari kalangan militer sudah
berpangkat perwira tinggi . Paling tidak Mayor Jenderal.
Memasukkan Agus Harimurti yang baru berpangkat Mayor
sebagai calon gubernur rasanya langkah
yang terlalu berani dan penuh resiko. Misalnya, Agus memenangi Pilkada 2017 dan
menjadi gubernur. Maka Agus akan bertemu para komandannya di Kodam Jaya. Tempat
dimana selama ini Agus berkarir militer. Agus yang dulunya komandan salah satu
batalyon organik Kodam Jaya akan sejajar dengan Panglima Kodam Jaya. Sebuah
lompatan yang luar biasa.
Namun bila sebaliknya, Agus akan(dan memang sudah)
kehilangan karir militernya. Padahal bila ingin mengikuti jejak ayahandanya
yang purna tugas dengan jabatan perwira tinggi bintang empat. Pernah memegang
jabatan penting dan strategis di TNI. Rasanya sayang bila Agus menggadaikan
karirnya .
Kalau boleh memberi saran, nampaknya mencalonkan Ibu Ani jauh
lebih meyakinkan. Karena Ibu Ani punya kharisma Ibu Negara yang bisa mendulang
suara. Dari leadership , Ibu Ani cukup piawai. Harap diingat lho, belum
ada gubernur Jakarta seorang wanita.
Apalagi ada selentingan, Ibu Ani disiapkan untuk menjadi RI 1 pada 2019.
Bisa jadi ajang perebutan Jakarta 1 bisa menjadi warming
up untuk persiapan pertarungan RI 1
, dimana keluarga Yudhoyono sedang memetakan kekuatan agar memuluskan
rencana merebut kembali tahta RI 1. Dan
Agus sedang diterjunkan dalam kawah candradimuka , kalaupun Agus kalah (pahit
pahitnya) dalam Pilkada Jakarta paling
tidak Agus akan banyak belajar bagaimana
menyusun pertandingan politik yang sesungguhnya di tahun 2019. Kalau begitu
apakah Bang Agus-Mpok Silvi hanya pemecah suara ? Yuk dijawab...
Menerka Pasangan Bang Agus –Mpok Silvi di Pertarungan Kota Jakarta
Reviewed by Unknown
on
14.03
Rating:
Tidak ada komentar: